Tidak Sedang Baik Baik Saja

“Jadi gimana kabar temen kamu itu?” tanya ibu selepas aku menutup teleponku.

Adalah kebiasaan ibu, bertanya kabar tentang teman temanku. Terlebih yang pernah bertemu dengannya.

Hari ini ibu menanyakan kabar Ari, seorang teman yang tanpa sengaja bertemu dengan kami di stasiun kereta. Waktu itu Ari hendak pulang kampung, sementara kami hendak jalan jalan menggunakan kereta. Kebetulan kami satu kereta. Hanya saja beda gerbong, kami di gerbong depan sementara ia di gerbong belakang. Entah kenapa hari itu ibu bertanya tentang Ari. Mungkin karena perangainya yang cukup sopan pada ibu waktu itu.

Akupun menceritakan kabar Ari saat terakhir kami berjumpa di kampus. Menceritakan bahwa ia seperti sedang ada masalah. Sebab ia kadang terlihat murung ketika aku berpapasan dengannya. Ia sebenarnya tersenyum ketika berjumpa denganku, namun senyuman yang dipaksakan. Aku sebenernya sangat ingin mengobrol dengannya perihal masalah apa yang ia hadapi. Namun karena kesibukan kami masing masing, kami jarang bertemu. Sebenarnya aku agak khawatir padanya, dan wajahku sudah menggambarkan kekhawatiranku sekarang.

“Coba kamu telepon dia sana, mungkin dia butuh bantuan.” saran Ibu, seakan bisa sudah menangkap sinyal kekhawatiranku.

Awalnya pipiku memerah, aku agak salah tingkah. Lantas akupun segera meneleponnya. Menanyakan kabarnya. Serta menanyakan masalah yang ia hadapi sekarang, lalu menawarkan bantuan bantuan yang dapat kuberikan kepadanya. Namun jawabnya cukup singkat, hanya beberapa kata, jauh lebih singkat dibandingan omelan omelan yang kuberikan padanya.

“Aku baik baik saja kog. Gakpapa. Santai.” begitu jawabnya. Lantas kututup saja teleponnya.

“Ia gakpapa katanya Bu. Baik baik aja.” ucapku pada ibu setelah kuletakan handphoneku.

“Temanmu itu sebenernya tidak sedang baik baik saja, meskipun dia bilang baik baik saja. Ia bilang begitu hanya untuk menenangkanmu, agar anak ibu ini tak terlalu khawatir padanya.” Ibu tertawa kecil, sedikit mengodaku.

“Tapi kenapa ia gak mau menceritakannya padaku?” protesku, mungkin saat itu pipiku kembali memerah.


“Sudahlah, esok atau lusa, ketika ia sudah selesai dengan permasalahannya, ia pasti menceritakannya padamu.” Ucap ibu panjang lebar sembari mencoel hidungku yang tak mancung kembali menggodaku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penerapan Hukum Archimedes

Menjagamu

Garis Finish Lari Tadi