Penugasan Terakhir
Aku menatap ke atas, melihat
temanku membuka penugasan-nya.
Penugasan itu mungkin seperti jurus
ninja kalau dalam cerita komik Naruto. Temanku
yang sedang membuka penugasan-nya
adalah seorang pengguna, seorang yang bisa mengaktifkan penugasan. Pagi ini, entah apa gerangannya ia mengaktifkannya.
Ada hal yang mendesak katanya, tapi aku tak tahu apa itu. Padahal ia hanya
berubah memakai baju zirah penuh senjata atau bentuk aneh lainnya.
"Akhirnya ia menggunakan penugasan terakhirnya, long time no see." ucap Pak Tua yang
berdiri disampingku sedari tadi, turut mengamati temanku.
"Long time no see, lama tak jumpa? Kenapa demikian?" ucapku
dalam hati sambil memasang wajah penuh tanya, mengernyitkan dahi.
"Sebab, tak akan ada lagi
perjumpaan setelahnya. Perpisahan yang amat lama, kematian. Kadang sering
disebut mimpi para pengguna." kembali menjelaskan, seolah tahu apa yang sedang aku
pikirkan.
Wajahku semakin bertanya tanya.
Seolah diriku tak percaya pada penjelasan Pak Tua.
"Sebab setiap pengguna
senantiasa memimpikan mempergunakannya untuk melindungi orang orang yang
disayanginya" menjelaskan lebih lanjut lagi.
Pak Tua itu berhenti sejenak,
lalu melihatku dan meneruskan penjelasannya.
"Dia telah memilih untuk
melindungi kalian." tutupnya mantap.
Akupun menutup mulutku dengan
tangan, aku tak percaya bahwa akan ada seseorang yang rela mengorbankan
nyawanya demi kami. Dan tak percaya juga, sebentar lagi akan kehilangan salah
seorang teman. Tak terasa air mataku meleleh.
“Iiiiid, jangggaaaan! Jangan kau
buka penugasan-mu!” teriakku
padanya sambil berlari dengan air mata yang terurai.
“Tak bisa! Ijin membuka penugasan sudah diberikan.” balasnya,
ia berhenti sejenak, “Hey, jangan menangis hanya untuk laki laki
sepertiku.” lanjutnya ketika sadar aku menangis, ia malah tersenyum. Ia agak
menyebalkan memang.
“Bagaimana mungkin aku tak
menangis? Kau sebentar lagi akan tiada tahu! Baka!” teriakku sebal.
“Tak apa Rave. Biarlah aku
memenuhi panggilanku sebagai seorang pengguna, mempergunakan penugasan terakhirku. Kuharap aku senantiasa dapat
mengingatmu.” ucapnya sedikit bergetar.
“Buka penugasan terakhir,
long time no see. Sayonara Rave!” ucapnya mantap, lalu ia tersenyum padaku.
Id pun menghilang menjadi
serpihan serpihan cahaya yang menyelimuti angkasa. Aku baru sadar bahaya apa
yang datang pada kami, ribuan meteorit yang menghujani kami. Id memang benar
benar melindungi kami, ia berubah menjadi pelindung dari meteorit meteorit
tersebut.
Lututku terasa lemas. Aku
kemudian ambruk. Tak sadarkan diri. Pingsan.
Dua hari kemudian Pak Tua
menemuiku. Ia memberiku surat, katanya dari Id. Lantas cepat cepat aku
membukanya. Suratnya cukup sederhana, ditulis diatas kertas buram dengan
tulisan tangan. Tulisan tangan Id sebenarnya cukup bagus untuk ukuran laki
laki. Tapi bukan itu yang paling penting, paling tidak tulisan itu dapat
terbaca olehku.
Ketika kau membaca surat ini, mungkin aku
sudah tak lagi bersamamu Rave. Aku memang sengaja meminta Pak Tua memberikan
surat ini setelah aku mempergunakan penugasan terakhirku.
Kau tahu, mungkin kedepannya kehidupanmu akan
lebih berat Rave. Jadilah orang yang kuat. Tetaplah tersenyum seberat apapun
tugas yang diberikan padamu. Akan lebih menyenangkan melihatmu tersenyum.
Mungkin itu tak akan menyelesaikan masalah. Tapi itu setidaknya akan sendikit
meringankan bebanmu dan akan sedikit menyenangkan bagi orang orang di
sekelilingmu.
Aku yakin kau akan dapat melalui semua itu.
Jaga dirimu baik-baik.
Salam,
Kembali air mataku meleleh.
Menetes membasahi surat yang ditulis oleh Id.
Komentar
Posting Komentar