Jangan Khawatir

“Kenapa nih, kog jagoan ayah lagi kusut. Lebih kusut dari pakaian yang belum di setrika.” ucap Ayah pada Putranya. Putranya memang agak kusut sore itu.

Putranya hanya menggeleng. Enggan memberikan jawaban.

“Sebentar, Ayah tebak. Ini pasti ada hubungannya sama Fulanah binti Fulan ya? Gadis manis yang biasa kamu ceritakan itu ya?” tebak Ayah, “Udah ceritain aja ke Ayah, mumpung Ibu dan Kakakmu lagi di dapur.” bisik Sang Ayah, agar suaranya tak terdengar sampai dapur.

“Jadi gini Yah. Kemarin aku liat dia jalan bareng sama cowok. Jalannya sambil bercanda gitu.” akhirnya Putranya terpancing juga, dan mulai bercerita.

“Owh, jadi anak ayah lagi cemburu ya?” Ayah sendikit menggoda Putranya.

“Iiihhh, siapa juga yang cemburu!” Putranya mendengus jengkel pada Ayah. Jengkel karena digoda. Sebenernya pipinya memerah saat itu, agak panas.

“Alah ngaku aja, udah ketahuan kog. Kamu sih, penakut. Gak berani ngungkapi perasaan ke orangnya. Jadinya gini kan.” Ayah kembali menggoda. Memprovokasi lebih tepatnya.

“Laahh! Bukannya Ayah sendiri yang biasa bilang, cewek baik baik kayak dia tuh harus dijaga. Enggak boleh ngumbar kata kata yang gak jelas. Gimana sih Yah?” protes Sang Putra. Suaranya agak meninggi.

“Hehehe, Ayahkan cuma bercanda.” ejek Sang Ayah, “Yuk kita ke masjid, udah Adzan Isya. Ntar curhatnya sama Yang Maha Kuasa aja. Biar lebih plong.” ajak Sang Ayah. Adzan Isya’ memang sudah mulai dikumandangkan saat itu, bersahut sahutan.

Merekapun bersiap, mengambil sarung dan berganti baju.

“Mah, kita ke Masjid dulu ya!” teriak Ayah, meminta ijin kepada Istrinya.

“Iya Pah, ati ati!” balas Sang Istri dari dapur, juga berteriak.

***

Sholat Isya pun usai didirikan. Ayah dan Putranya pulang ke rumah. Selepas sholat Isya, keluarga itu biasa makan malam bersama, bahasan tadi sore tidak dilanjutkan. Di meja makan ada Ayah, Ibu, Putri Sulung dan Putra Bungsu. Selepas makan malam bersama, mereka akan berbagi cerita. Biasanya cerita tentang kegiatan yang seharian mereka lalui. Apapun kegiatan yang mereka lalui. Setiap orang punya kewajiban untuk bercerita, tak ada pengecualian.

“Owh iya, hampir lupa. Buku yang kalian minta udah ada di kamar Ayah. Ayah ambilkan dulu ya.” Ucap Ayah setelah berakhir sesi berbagi cerita.

Ayah lalu pergi menuju kamarnya. Ia mengambil buku yang sudah di pesan oleh kedua anaknya. Agak lama kemudian dia kembali dengan membawa dua buah buku. Memang sudah menjadi kebiasaanya untuk membelikan buku dua bulan sekali. Buku yang dibeli sesuai dengan yang mereka minta. Dan Ia tidak akan memberikan buku jika buku sebelumnya belum selesai.

“Ini buku kalian. Ayah mau lembur dulu ya.”  Ayah menyerahkan kepada keduanya lalu pergi ke ruang kerjanya.

Pada tiap buku yang diberikan Ayah selalu ada pesan di dalamnya. Ditulis pada kertas HVS kecil. Sang Putra yang tadi sore kusut, lantas membaca pesan Sang Ayah lamat lamat.


“Jangan khawatir Nak, dia bisa menjaga dirinya. Bisa membedakan mana yang boleh mana yang tidak. Yang seharusnya kau khawatirkan adalah dirimu sendiri. Bagaimana kedekatanmu dengan Dia, bilang dibandingkan dengan dia. Yang harusnya kau jaga ialah dirimu, perasaanmu. Bukan dia. Sebab dia masih menjadi milik kedua orang tuanya. Belum menjadi hakmu. Belum tentu malahan. Dia masih menjadi hak banyak orang. Bisa berinteraksi dengan siapa saja. Tidak menjadi hakmu untuk membatasi ruang pergaulan. Sebab dia masih sama sepertimu, masih ingin terbang bebas melihat luasnya cakrawala, belumlah terikat dengan tanggung jawab seperti yang kau bayangkan.

Selamat membaca.

Maaf pesan Ayahmu ini agak ngelantur. wkwkwk”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penerapan Hukum Archimedes

Menjagamu

Garis Finish Lari Tadi