Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

(Katanya) Setiap Manusia adalah Pemimpi(n)

Sebenarnya masing masing dari kita ialah pemimpin, paling tidak untuk diri kita sendiri. Kita adalah pemimpin diri sendiri sesuai dengan peran apa yang sedang kita mainkan. Baik itu peran yang kecil maupun suatu peran yang amat besar, Tentunya masing masing kepemimpinan akan dipertanggungjawabkan. Lalu, kita mau ngapain setelah kita tahu kalau kita adalah pemimpin? Mungkin pertanyaan tersebut harusnya muncul di dalam benak kita setelah kita tahu bahwa kita adalah seorang pemimpin. Jawabannya tentu bisa bermacam macam, sesuai dengan apa latar belakang kehidupan kita. Kita bisa menjawab ini, menjawab itu, menjawab blablabla sekehendak hati kita. Namun, setelah kita tahu kalau kita adalah pemimpin, yang pasti kita harus memimpin. Entah memimpin diri sendiri, memimpin orang lain, memimpin keluarga misalnya. Utamanya sih memimpin diri sendiri terlebih dahulu. Segalanya akan selalu bergerak, pun dengan kita sebagai seorang, akan senantiasa bergerak. Kita akan mengerakkan diri kita

Mempersiapkan diri

Beberapa hari yang lalu aku sempat bermain sebentar ke Bandara yang ada di bandung. Aku ke sana hanya untuk menghibur diriku dengan sedikit waktu yang aku punya. Di sana aku berjumpa dengan sekelompok supir taksi yang biasa ‘mangkal’di sana. Salah satu dari mereka ada yang mengajakku ngobrol sebentar. Berkisah tentang kehidupanan miliknya. Sayang aku lupa untuk menanyakan namanya. Ia menceritakan tentang anaknya yang saat ini kelas tiga SMK dan hendak melanjutkan ke perguruan tinggi. Di tengah kisahnya ada pengakuannya yang membuat saya tertarik. Beliau berkata yang kurang lebih seperti ini “Saya akui saya memang seorang perokok. Namun, semenjak anak saya lahir, saya usahakan untuk menyisihkan satu atau dua bungkus rokok untuk pendidikan anak saya. Yang utama adalah pendidikan anak saya. Urusan lain gak saya pikirkan. Bukan berarti bukan prioritas, ya prioritaslah tapi nomer sekian, prioritas utama untuk pendidikan anak. Jangan sampai dia ngerasain kayak orang tuanya.” Keteguhan, se

Menengok ke belakang

Di tengah perjalanan kita yang begitu panjang dan melelahkan, ada kalanya untuk kita berhenti sejenak, kemudian melihat kebelakang. Melihat jejak jejak langkah kaki kita. Melihat seberapa jauh jalan yang telah kita lalu. Seberapa jauh dari titik awal kita memulai. Di tengah pemberhentian tersebut, ingatlah kembali tujuan awal kita. Ingatlah kembali alas an apa yang menyebabkan kita melangkah melalui jalanan ini. Kita ingat kembali apakah jalanan ini sesuai dengan apa yang kita niatkan dari awal. Jangan jangan kita salah melangkah. Jalan yang telah jauh jauh kita lewati tidaklah sesuai dengan tujuan awal kita. Jika ternyata kita salah melangkah, alangkah baiknya kita memutar arah kembali ke dalam jalan yang seharusnya kita lalui. Namun, kita tetap bisa melanjutkan perjalanan, menjadikan ini sebagai pelajaran. Kita bisa memulai kembali niatan tujuan baru dengan pondasi tujuan sebelumnya. Di tengah pemberhentian kita yang sebentar ini, cobalah kita ingat kembali memori yang kita punya. Me

Mencoba untuk Menerima

Terkadang apa yang terjadi pada diri kita tidaklah sesuai dengan apa yang kita harapkan, kita rencanakan. Kita selalu berfikir bahwa rencana yang kita buat adalah yang terbaik bagi kita. Mengira bila yang terjadi tidak sesuai dengan rencana kita adalah sebuah kesalahan. Kita menjadi menolaknya, mengingkari akan apa yang terjadi pada diri kita. Kita kemudian menyalahkan keadaan, menyalahkan orang lain yang memang tidak mengetahui diri kita. Merasa seakan dunia telah pergi jauh dari kita. Dan semuanya terasa gelap, kosong, hampa. Jika hal yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang kita rencanakan, kita bisa menolak. Kitapun bisa berusaha untuk menerimanya. Tak perlulah kita terlalu terpuruk memikirkan apa yang telah terjadi pada diri kita. Kita cukup menerimanya, menjalaninya dan menyakininya bahwa itu yang  terbaik. Tak perlu juga kita menyalahkan orang lain yang seakan tidak peka pada diri kita. Cukuplah kita berbaik sangka kepada mereka, mungkin mereka tidak tahu, dan jadikan ini

Memulai

Memulai, adalah hal yang awal yang harus kita lakukan sebelum kita mencapai suatu tujuan. Sebelum kita akan memulai hendaknya kita tahu kita tujuan akan kemana. Pastikan kebaikanlah yang kita mulai, sehingga aka nada kebermanfaat yang orang lain peroleh. Paling tidak kita selipkan niatan untuk kebaikan bersama sehingga kita tidak merasa memulainya sendiri. Terkadang memulai itu berat. Butuh tenaga lebih sehingga kita mampu memulainya. Seperti adanya energy aktivasi dalam suatu proses kimia agar suatu proses dapat terjadi. Namun, dalam kimia energy aktivasi itu dapat dikurangi dengan enzim. Kitapun dapat mengurangi rasa berat untuk memulai dengan mungurangi hal hal yang membuat kita susah untuk memulai, menghilangkannya dari hadapan kita. Terkadang memulai itu berat. Seperti awal lokomotif menarik gerbong. Awalnya memang berat, melaju perlahan lahan namun kemudian berangsur cepat, bahkan membutuhkan rem apabila ingin berhenti. Sama halnya ketika kita memulai kebiasaan baik. A

Kenapa Seperti Itu

Pernahkah kau ingat ketika kau menanyakan kepada siapa hati ini tertambat. Namun yang kujawab hanya ‘Fulannah binti Fulan’. Sebenarnya bukan karena tak ingin membuatmu kaget ketika yang kusebut itu namamu. Bukan karena itu. Atau pernah kau ingat ketika bermaksud mengetahuiku lebih lanjut. Namun aku hanya menolaknya, enggan untuk menjawab. Sebenarnya bukan karena aku tak mau membaginya denganmu. Membagi cerita tentangku kepadamu. Maukah kau mendengar alasanku? Jika iya, inilah jawabku. Kau tahu, sebenarnya ‘tidak ada’ ikatan apapun antara kita. Kau bukanlah ‘siapa-siapa’ untuk diriku. Belum ada hak untukku untuk menyebutkan nama seseorang yang kucinta, bahkan namamu sekalipun. Bukan kewajibanku juga untuk menceritakan diriku secara utuh kepadamu. Kau bukan siapa siapa untukku. Meskipun sekarang aku menyukaimu. Belum tentu esok kau kan bersamaku. Bahkan belum tentu sebentar lagi  cinta itu masih ada untukmu. Kau tahu, hanya Tuhan yang maha Mengetahui. (c) Karyad

Menjagamu

Pernah kudengar, kau selalu berdoa mengharap kelak akan ada seorang lelaki yang akan menjagamu. Lelaki yang baik tentunya. Dan aku sebagai seorang lelaki terkadang bingung, penjagaan apa yang kau inginkan? Apakah seperti payung? Yang harus rela bertarung melawan hujan lebat. Untuk menjaga pemiliknya. Ataukah seperti sabuk pengaman? Yang seolah mengingkatmu, membatasi gerakmu di dalam mobil. Tapi kau tahu, dia juga ingin menjagamu. Mungkin seperti hijab yang biasa kau pakai? Selain menjagamu, ia akan menghangatkanmu. Dan kau tahu, dia juga akan menambah cantik dirimu. Memang sebagai seorang lelaki aku diciptakan untuk melindungi wanita. Bahkan melindung dari diriku, sebelum diri ini halal. Tapi apakah kau tahu, bahwa aku ini hanya mahkluk yang lemah. Tempat berpegang yang rapuh lagi mudah patah. Apakah kau ingin tahu tempat di mana kau dapat meminta perlindungan yang aman? Tentu, hanya kepada Tuhanmu saja kau dapat memintanya. (c)Karyadi, 20 Mar

Cahaya.

Cahaya. Seolah kita bisa melihatnya. Namun terkadang susah untuk membedakan apakah ada atau tidak secara penglihatan. Kita tak dapat menyentuhnya seberapapun keras usaha yang kita lakukan. Meskipun begitu kita dapat merasakan kehadirannya melalui kehangatan yang ia berikan. Datang dari sang mentari yang kan terus menyinari bumi ini beserta planet di sekitarnya. Tak peduli apakah ada awan yang menutupi dirinya sehingga pancarannya tak sampai ke bumi. Dan ketika kita menyaksikannya, seolah sang mentari itu tak hadir untuk menepati janjinya. Padahal sesungguhnya ada awan yang menutupinya, sehingga cahaya sang mentari tak sampai kepada kita. Saat malam tiba, seolah ia raib menjauhi kita. Berpaling. Hanya saja ia mencoba menepati janjinya kepada yang lain, menghangatkan bagian bumi yang lain. Percayalah esok hari ia akan kembali lagi untuk berjumpa denganmu, menepati janjinya kepadamu. Untuk menghangatkanmu. Cahaya memberikan kehangatan ke siapa saja. Tak peduli terhadap status yang di sa

Wahai Pemuda

Dari lingkaran yang baru saja saya ikuti, saya mendapatkan beberapa pelajaran penting dari kawan saya. Terutama untuk diri saya yang masih muda ini. Teman satu lingkaran saya berpesan kepada kami, Selagi kita masih muda, jangan menunggu untuk dipanggil oleh kegiatan sehingga dapat menyibukkan diri, namun mulailah sibukan diri kita dengan kegiatan yang bermanfaat. Benar juga kata beliau. Di masa muda ini banyak hal yang bisa kita geluti, kita kembangkan. Banyak sekali ilmu yang dapat kita pelajari. Masa muda inilah saat-saat di mana kita harus produktif. Masa di mana pikiran kita mulai matang tak seperti anak anak, dan badan kita masih bugar belum menua. Pantaslah jika masa muda ini adalah hal akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan-Nya. Selain itu, kawan saya ini juga berpesan untuk memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Isi waktu yang kita miliki dengan kegiatan yang produktif dan bermanfaat. Atur waktu kita dengan sedemikian rupa, agar kita tidak menyesal telah membuangnya.

Sebuah nama, sebuah doa

Nama adalah sebuah do’a, harapan yang diberikan orang tua kepada anaknya. Tentu saja do’a, dan harapan tersebut tentu yang baik. Memberikan nama yang baik, itu hukumnya wajib. Agar sang anak nantinya tidak merasa malu atau minder karena menyandang nama tersebut. Namun, perasaan banggalah yang selalui menyertainya, sebab ia selalu di do’akan oleh orang tuanya hingga akhir hidupnya. Setiap ada orang yang memanggilnya dengan nama pemberiaan orang tuanya, sama saja orang lain menghargai do’a dan turut mengamini do’a orang tua. Namun, saat ini banyak orang yang tidak memakai nama asli dalam pergaulan. Kadang kita akrab dengan nama panggilan mereka, tanpa menggetahui nama yang sebenarnya,. Malah kadang aneh saat memanggil dengan nama aslinya. Ada pula, orang memberi nama, tapi sekedar memberi nama. Asalkan terdengar bagus, namun tanpa mengetahui makna yang terkandung di dalamnya. Apabila kita terlanjur memberikan nama yang kurang layak, maka segera diganti dengan nama yang baik. Dalam hadist

Di atas kosan

Gambar
Sunrise di atas kosan Sunrise di atas kosan Kepulauan Lumut Antena kosan Kawat kawat jemuran Kursi taman berserta buku Kursi taman berserta buku di pagi hari Diambil dengan dengan kamera Handphone Sony Xperia M Dual 5MP. Gambar diambil di kawasan Kebon Bibit, Bandung