Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2018

Jarak Kita.

Sore ini aku diantar kawanku menuju stasiun. Aku hendak pergi ke Bandung, memulai kembali rutinitasku. Sesampainya di sana kami duduk di kursi tunggu karena memang keretaku baru datang satu jam lagi. “Jarak dari sini ke Bandung tuh sekitar 324 km …” ucap kawanku, sembari menunjuk papan petunjuk jarak, Ia menatapku lalu melanjutkan “… sama seperti jarakmu dengan dia, 324 km.” Aku menggeleng pelan. “Tidak. Kami mungkin berjarak lebih dari itu.” balasku sambil menatapnya. Dia mengernyitkan dahinya, tak paham. “Apakah kau yakin dia berada di Bandung? Mungkin dia di tempat lain yang mana lebih jauh dari itu.” terangku padanya. “Mungkin juga lebih deket daripada itu.” sergahnya. “Ya.” balasku singkat. Hening sejenak. “Lagipula, dia yang kau maksud dengan dia yang kumaksud bisa jadi orang yang berbeda.” sambungku. Kawanku hanya mengangguk angguk pelan. “Kitapun tak pernah tahu, dia yang mana yang dipilihkan-Nya untukmu.” Balasnya. “Ya.” ucapku liri

Ketika Maneh Marah

Kar, suatu saat nanti pasti maneh bakal marah ke seseorang. Entah karena alasan apapun itu. Ketika maneh marah, berkatalah yang baik baik ya. Sebab setiap ucapan itu akan diuji.   Dan setiap ucapan itu adalah doa. Karena setiap ucapan itu akan dipertanggung jawabkan. Tak usahlah menyepet. Cukup berterus teranglah kenapa maneh marah. Ucapkanlah secara baik, jangan sampai melukai hatinya semarah apapun maneh ke dia. Kar, semarah apapun maneh, jangan pernah membenci orangnya. Cukuplah kau benci perbuatannya. Maafkan dia. Mungkin dia gak tahu. Sebenernya maneh juga bisa ngelakuin kesalahan kayak dia. Dan bisa aja maneh pernah ngelakuinnya juga. Ada orang yang selalu berbuat salah ke kita, tapi kita tak pernah membencinya. Orang itu adalah diri kita sendiri. Kar, seberapapun marah maneh, berikan kalimat kalimat yang membangun. Kita terlalu sering marah untuk menyalahkan tanpa pernah memberikan solusi. Bagaimanapun juga itu saudara maneh, akan selalu ada kewajiban maneh buat ngeban

Mencuci Kala Hujan

Aku bersender malas di ruang tengah, masih mengetik laporan tugas akhirku. Satu dua kali aku menguap. Aku masih sedikit mengantuk. Minggu pagi memang paling nikmat untuk tidur tiduran di kamar. Apalagi sekarang cuaca agak mendung. Kalau tidak kupaksakan keluar kamar, mungkin sekarang aku sudah ketiduran. Entah pukul berapa nantinya aku akan terbangun. Bisa gawat kalau laporanku tak kunjung selesai. Masak aku harus begadang terus. Dari luar terdengar suara hujan yang mulai turun. Akhirnya hujan juga pikirku. Allahumma shoyyiban nafi’an , ucapku pelan. Hawa dinginpun mulai menyergapku. Untung aku sudah membawa selimut dari kamar. Teman sebelah kamarku muncul dari belakang. Mukanya agak lesu. Ia ikut bergabung denganku di ruang tengah, tidur tiduran malas di sofa. “Maneh kenapa Di? Lemes gitu dah.” tanyaku, masih sambil mengetik. “Tadinya mau nyuci baju Bang. Cuma hujan euy.” balasnya sambil memiringkan badan ke arahku. “Udah, cuci aja sono. Siapa tahu ntar udah reda.” b