Menjemputnya

Pagi itu aku melihat kawan pemilik kapal yang selalu berada disamping kapalku agak muram. Kapal kami masih mengambang bebas di lautan luas. Kami masing masing memiliki kapal sendiri, akan ada saatnya kapal yang kami miliki ini memuat penumpang ataupun barang barang. Tapi itu masih jauh, kami masih terombang ambing di lautan lepas, masih sangat jauh dari daratan.

“Kawan, kenapa kau terlihat murung sepagi ini?” ucapku dari balik kemudi.

“Tak apa, aku hanya sedikit khawatir saja” balasnya

“Khawatir bagaimana?”timpalku sembari mengernyitkan dahi.

“Aku hanya khawatir tak ada orang yang menumpang kapalku ini, ketika aku berlabuh nanti, karena melihat tampilan kapalku ini. Aku kan jadinya sendiri, hehe”jawabnya sambil nyengir.

“Aku juga sama khawatirnya sepertimu terkadang. Hehe” aku ikut nyengir juga. ”Kalau aku perhatikan kapalmu sudah cukup kuat kawan. Sudah banyak badai yang kau dan kapalmu lalui. Kau sudah cukup berpengalaman. Kau masih khawatir juga”

“Iya, aku masih khawatir”

“Kalau begitu mari kita sama sama memperbagus kapal kita. Mumpung kita masih amat jauh pelabuhan. Kita sama sama belajar untuk memperkuat kapal kita. Kalau tampilan kapal kita masih kurang, nanti kita poles dengan cat. Haha”

“Benar juga katamu” dia mengangguk ”Jangan sampai kapal kita tak kuat dalam membawa barang dan penumpang”

“Hei, jangan lupa juga berdoa kepada Tuhan, semoga yang menumpang di kapal kita orang yang menyenangkan. Jadi sepanjang perjalanan kita bisa tetap senang walau ada badai atau tidak” aku menimpali

Diapun tertawa lagi.

“Sudah, mari kita bekerja lagi”

Jzk
(c) Karyadi di Bandung, 28 Februari 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Input, Proses, lalu Output

Kenapa Kau terus Berlatih?

Pertemuan itu Sementara