Ke Masa Lalu

“Apa yang akan kau katakan pada dirimu jika kau bisa kembali ke masa lalu dan bertemu dengan dirimu di masa lalu?”

Aku dan kawanku baru saja selesai menonton film. Sebuah film yang bercerita tentang orang yang dapat pergi ke masa lalu. Film itu mengambil latar masa depan, tak heran ada mesin waktu disana. Tokoh utama dalam film itu pergi ke masa lalu kemudian bertemu dengan seorang anak kecil yang tak lain adalah dirinya. Setelah dia bertemu ia berpesan pada anak kecil itu. Sebuah pesan yang akan senantiasa diingat olehnya. Ia berharap dengan demikian masa depan dapat lebih baik.

“Kar, kalo kamu bisa pergi ke masa lalu dan bertemu sama kamu di masa lalu, apa yang bakal kamu ucapkan padanya?” tanya temanku ketika kamu sudah keluar dari bioskop.

Aku hanya mengeleng. Aku tak ingin melakukannya meskipun aku bisa.

“Beneran gak ada?” tanyanya penasaran, ia kemudian melanjutkan “Kalau diriku, akan berkata, ‘Kau dewasa sendikitlah dalam segala urusan’ padanya.” Jelasnya.

“Aku paham, kenapa kau bilang itu padanya. Kau tak pernah dewasa dalam segala urusan. Bahkan dalam urusan yang menyangkut ‘dia’.” olokku.

“Kau tahulah aku orang seperti apa. Susah untuk seperti itu, walaupun di depan ‘dia’. Tapi ngomong ngomong kenapa kau tak ingin kembali kemasa lalu?” tanya kawanku penasaran.

“Aku takkan melakukannya meskipun kita bisa melakukannya, kembali ke masa lalu. Nanti kalo aku ke masa lalu juga, ingatanku dan ingatanmu akan berubah. Hehehe” candaku.

“Ayolah, kau pasti punya alasan sok bijak bukan?” Kawanku mengangkat kedua tangannya, tak percaya.

“Kalo aku kembali ke masa lalu, mungkin aku tidak akan seperti sekarang ini bro. Mungkin kisahku akan berbeda. Kenanganku takkan seperti aku saat ini.” jawabku, sebenarnya masih belum serius menanggapi pertanyaannya.

“Kenangan tentang si ‘biru langit’ yaaaa!” jemari tangannya langsung menunjuk mukaku, seperti bilang, ngaku aja.

“Sudah sudah, jangan bahas tentang itu. Salah satunya tentang ‘itu’, tapi masih banyak kenangan lain.” sergahku sebelum pembicaraan berubah menjadi lebih parah.

Aku menarik nafas.

“Lagi pula, ketika kita ingin ke masa lalu, berarti saat ini kita belum bisa memakai waktu kita untuk hal hal yang bermanfaat. Ini bukan berarti aku adalah orang yang sudah bisa mengisi hari hariku dengan sesuatu yang bermanfaat. Aku masih belajar.” terangku.

“Kau benar kawan. Jika dilihat 20 tahun kehidupanku lebih banyak yang nirfaedah daripada yang berfaedah.” ucapnya datar. Ia sepertinya setuju denganku.

“Meskipun kita tak bisa kembali ke masa lalu, kita masih bisa mengingatkan diri kita di saat ini sehingga kita di masa depan akan terus mengingatnya. Aku berharap aku di masa depan tak menyesal terhadap apa yang telah kuambil. Semoga kita diberikan yang terbaik kawan.” lanjutku sambil menepuk nepuk punggungnya.

“Aamiin” ucapnya lirih.

Tak terasa aku dan kawanku sudah sampai di parkiran. Sudah saatnya berpisah.

"Aku duluan bro, Assalamu'alaikum!" ucapnya sambil menyalamiku. Motornya kemudian menghilang di tikungan dekat parkiran.

"Wa'alaykumsalam" balasku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penerapan Hukum Archimedes

Menjagamu

Garis Finish Lari Tadi