Sesudah Kesulitan ada Kemudahan

Buku : Moga Bunda Disayang Allah
Pengarang : Tere-Liye

Ini kisah tentang anak kecil berusia enam tahun yang bernama Melati. Sebenarnya Melati amat lucu dan menggemaskan. Apabila orang lain menyaksikannya, ia seolah anak kecil normal pada umumnya. Mereka mungkin tak menyangka bahwa Melati buta, tuli, dan sekaligus bisu. Dia tidak seperti itu ketika lahir. Itu terjadi ketika keluarga besarnya berlibur, kepalanya terkena ‘brisbee’. Ketika pulang satu persatu keterbatasan Melati muncul, ia mulai buta, kemudian tuli, dan hanya bisa berucap ‘Baa’ dan ‘Maa’ saja. Di tengah keterbatasannya, ia memiliki rasa ingin tahu yang amat besar. Hanya saja ia tak dapat menyampaikannya. Ia hanya bisa mengerung marah dan melempar apa saja yang ada di sekitarnya. Atas keterbatasannya orang lain cenderung menyebutnya sakit jiwa. Padahal, ia hanya belum menemukan cara menyampaikan apa yang ada di kepalanya. Di dalam dunia Melati hanya ada gelap, semuanya hitam gelap, senyap, tak ada suara sama sekali. Sungguh malang memang.

Ini juga kisah tentang pemuda tampan bernama Karang. Sebenarnya ia memiliki masa kecil yang kurang beruntung, yatim piatu dan hidup di jalan. Sedari kecil ia tak pernah mengenal kedua orang tuanya. Beruntung bagi Karang, ada yang peduli padanya, menjadinya anak asuh beserta anak anak kurang beruntung lainnya. Ketika menginjak dewasa, Karang memutuskan untuk pergi ke Ibu Kota, menukar ketidakberuntungannya ketika kanak kanak dengan janji masa depan yang lebih baik. Di Ibu Kota, Karang bersama relawan lainnya mendirikan Taman Bacaan untuk anak anak yang tidak beruntung. Ini amat sesuai dengan Karang, ia seolah memiliki kemampuan untuk memahami anak anak termasuk apa yang mereka rasakan. Ia mampu membuat bayi yang menangis menjadi tenang cukup dengan melihatnya. Di Taman Bacaan tersebut, ada anak yang begitu spesial, namanya Qintan. Qintan sebenarnya gadis kecil yang berkaki lumpuh. Ia berjalan dengan dibantu tongkat. Suatu hari, saat mendengarkan Karang bercerita -Karang amat pandai bercerita, Qintan bertekad untuk bisa berjalan sendiri. Ia kemudian menyembunyikan tongkatnya, berlatih berdiri, jatuh, berlatih lagi. Begitu seterusnya. Akhirnya Qintan mampu berdiri, berjalan hingga berlari meskipun awalnya harus lecet sana sini. Ia sangat senang saat itu. Begitupun Karang.

Tapi hidup tak selamanya datar. Suatu hari Karang, anak anak berserta kakak relawan dari Taman Bacaan berlibur di sebuah pulau dekat Ibu Kota. Mereka menumpang perahu nelayan. Awalnya mereka baik baik saja. Ketika pulang berlibur, terjadilah badai sehingga kapal yang mereka tumpangin terbalik. Di kecelakaan tersebut 18 anak meninggal, salah satunya Qintan. Ini membuat Karang terpukul. Ia memutuskan pulang ke Kota asalnya. Ia meninggalkan Taman Bacaan beserta Kinasih, gadis lesung pipi-nya. Selama 3 tahun Karang mengalami mimpi buruk tentang kenangan kecelakaan tersebut. Selama 3 tahun pula setiap malam Karang mabuk untuk menghilangkan kenangan tersebut, lebih tepatnya lari. Tapi tetap saja kenangan tersebut muncul dalam mimpinya.

Perjalanan hidup akhirnya mempertemukan Karang dan Melati sesuai skenario besar-Nya 3 tahun setelah kecelakaan tersebut. Karang, yang bisa merasakan apa yang dirasakan anak anak, merasakan betapa besarnya rasa ingin tahu Melati yang tak tersalurkan, merasakan betapa gelapnya dunia Melati. Karangpun tergugah hatinya untuk membantu Melati agar Melati dapat mengenal sekitarnya, mengenal Nya. Meski awalnya kedatangan Karang ditolak sebab ia amat kasar dan masih suka mabuk. Seiring waktu Melati mengalami kemajuan, ia bisa makan dengan sendok, bisa duduk di atas kursi meski agak lambat. Karangpun berubah, ia tidak lagi berbuat kasar kepada Melati, tidak pula mabuk. Di akhir cerita Tuhan mengirimkan pertolongan-Nya, memberikan Melati cara agar dapat mengenal sekelilingnya, mengenal Nya. Ternyata tangan Melati amat sensitif, memiliki kemampuan mengenal sekelilingnya, menjadi ‘telinga dan mata’ bagi Melati. Mulai saat itu rasa ingin tahunya tersalurkan, ia mulai mengenal, memahami apa yang ada disekitarnya. Di ujung cerita, Melati mengucapkan ‘Moga Bunda disayang Allah’, kalimat yang selalu ingin Bunda dengar dari Melati dalam bahasa Melati.

Ada banyak pesan moral yang dapat kita petik dari kisah ini. Paling banyak ialah tentang bersyukur. Bersyukur dengan kondisi kita saat ini, terlebih bagi kita yang terlahir normal. Kitapun masih diberikan cara bagaimana memahami sesuatu, bagaimana kita melampiaskan emosi kita dengan baik. Kitapun masih diberikan kemudahan dalam mengenal sekililing kita, mengenal-Nya. Bersyukur itu tidak hanya lewat lisan kita saja. Bersyukur bisa kita pancarkan dari seluruh bagian dari diri kita. Kita dapat bersyukur dengan menjadikan hal hal yang dikaruniakan kepada kita menjadi bermanfaat bagi orang orang di sekitar kita, tak hanya untuk diri kita sendiri.

Selain bersyukur, pesan moral selanjutnya ialah menyadari bahwa Tuhan itu Maha Adil. Mungkin karena keterbatasan akal pikiran kita, kita tak menyadari adanya keadilan-Nya. Kita sering mempertanyakan dimana keadilan-Nya, tanpa sadar bahwa keadilan-Nya ada disekitar kita. Yakinlah Ia telah menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya, dalam takaran yang sesuai pula. Selain tentang keadilan, harus kita sadari bahwa pertolongan-Nya akan datang tepat pada waktunya. Bukan menurut kita sebagai manusia, tapi menurut-Nya, selaku sang Pencipta. Pertolongan tersebut langsung dikirim oleh-Nya, tanpa perantara pos yang harus menunggu lama. Setelah kita berusaha keras, bersabar dan berdoa, maka pertolongan tersebut akan datang sesuai kehendak-Nya. Yakinlah bahwa sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

Pesan moral selanjutnya ialah tentang masa lalu. Setiap orang pasti memiliki masa lalu, dan tak semua masa lalu kita baik. Terkadang ada kenangan dalam masa lalu kita yang menyakitkan, sehingga kenangan tersebut selalu kita ingat, bahkan masuk ke dalam mimpi. Kadang kita enggan kenangan tersebut menjadi bagian dari masa lalu kita. Tapi kita harus menerima kenyataan tersebut, bahwa kenangan tersebut adalah masa lalu kita. Membiarkannya mengalir dan menjadi bagian dari kita. Mencoba berdamai dengannya dan mengambil pelajaran untuk bekal di masa yang akan datang. Ketahuilah kawan, terkadang itu sulit.

Pesan moral terakhir yang saya dapat ialah terkadang kita lebih menyesali hal hal yang tidak kita lakukan dibanding apa yang telah kita lakukan, meskipun yang kita lakukan adalah kesalahan. Kalau pendapat saya, hal yang tidak kita lakukan kadang kita rasa lebih baik dibanding apa yang telah kita lakukan. Pikir kita, kalau kita melakukan hal tersebut, hal buruk yang sekarang terjadi tak akan terjadi. Tapi kita tak akan pernah tahu hasilnya akan seperti apa jika kita melakukannya. Mungkin alangkah baiknya jika kita tidak menunda kebaikan yang seharusnya bisa kita lakukan saat itu juga.

Terima kasih telah membacanya. Mungkin tak seberapa dibandingkan dengan cerita dan pesan moral yang ada didalam novelnya langsung. Alangkah lebih menarik apabila membaca bukunya langsung. Mohon maaf apabila ada kesalahan dalam kata.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penerapan Hukum Archimedes

Menjagamu

Garis Finish Lari Tadi